Senin, 14 November 2016

Kisah Si Tampan Mayor Daan Mogot

Kisah pria yang memiliki wajah tampan dan menawan ini memang terbilang singkat, sesingkat umurnya. Namun jasanya diingat sepanjang masa.
 
Daan Mogot, yang terlintas dibenak Anda adalah sebuah nama jalan yang terbentang dari perempatan Grogol Jakarta Barat hingga Tangerang. Namun tahukah Anda tokoh di balik nama tersebut?

Daan Mogot adalah seorang perwira militer berpangkat mayor yang lahir di Manado pada 28 Desember 1928 dengan nama lengkap, Elias Daniel Mogot. Anak kelima dari tujuh bersaudara ini, ternyata masih mempunyai ikatan darah dengan Kolonel Alex E. Kawilarang (Panglima Siliwangi serta Panglima Besar Permesta) dan Irjen Pol. A. Gordon Mogot.

Kisah pria yang memiliki wajah tampan dan menawan ini memang terbilang singkat, sesingkat umurnya. Namun jasanya mempertahankan kemerdekaan Indonesia akan diingat sepanjang masa. Daan Mogot muda sudah mulai memegang sejata dan mulai bergabung dalam dunia ketentaraan di usia 14 tahun.

Pada tahun 1942, saat Daan Mogot berusia 14 tahun, ia pun bergabung dengan PETA (Pembela Tanah Air) yaitu sebuah organisasi militer pribumi bentukan Jepang di Jawa, walaupun sebenarnya ia tak memenuhi syarat karena usianya yang belum genap 18 tahun.

Namun karena perawakannya besar dan memiliki sifat kedewasaan, pihak Jepang pun percaya bahwa ia sudah berusia 18 tahun. Bahkan karena prestasinya yang luar biasa, Daan Mogot pun diangkat menjadi pelatih PETA di Bali hingga kemudian dipindahkan ke Batavia (Jakarta).

Hanya dalam waktu dua tahun, tepatnya tahun 1945 usai Jepang jatuh, pangkat Daan Mogot pun sudah menjadi Mayor dan ditunjuk sebagai Komandan Tentara Keamanan Rakyat (TKR-yang menjadi cikal bakal TNI) Jakarta. Dalam usia muda, sederet prestasi lainnya ditorehkan oleh Daan Mogot.

Misalnya ia mendapat kepercayaan menjadi Direktur akademi militer awal-awal di Indonesia yang berkedudukan di Tangerang, dan mendirikan sebuah Akademi Militer Tangerang (MAT). Gagasan tersebut diterima oleh pimpinan besar militer pusat Indonesia. Kemudian diangkatlah Daan Mogot menjadi Direktur MAT pertama pada tanggal 18 November 1945.

Cinta sepanjang hayat
Pada awal tahun 1946, Mayor Daan Mogot mendapat kabar Belanda segera akan menuju ke Tangerang untuk melucuti persenjataan tentara Jepang di Lengkong. Tentu saja rencana Belanda itu jika berhasil akan menodai kedaulatan Indonesia, sekaligus mengancam keberadaan MAT dan Resimen IV TKR Tangerang.

Untuk itu Komandan Resimen IV Tangerang Letkol Singgih, memanggil Mayor Daan Mogot untuk membantu memperkuat Resimen tersebut. Pada tanggal 25 Januari 1946 berangkatlah pasukan yang terdiri dari 70 orang taruna siswa MAT pimpinan Mayor Daan Mogot ke markas tentara Jepang di Lengkong.

Mayor Daan Mogot yang didampingi oleh Mayor Wibowo mencoba untuk membujuk Kapten Abe untuk mengizinkan para tentara melakukan pelucutan sejata. Mereka sudah saling kenal sebelumnya, mengingat semasa pendudukan Jepang, Mayor Daan Mogot ini pernah menjadi pelatih PETA di Bali dan Jakarta.

Perundingan berlangsung baik. Daan didampingi Alex Sajoeti, taruna AMT yang mahir berbahasa Jepang. Di luar ruang runding, Soebianto dan Soetopo sudah mengerahkan para taruna AMT masuk barak. Sekira 40 serdadu Jepang dijejer di lapangan. Senjata mereka dikumpulkan. Para “saudara tua” itu termakan muslihat.

“Mereka percaya bahwa yang sedang bertugas adalah operasi gabungan TKR-Sekutu,” tulis Rosihan Anwar, Ramadhan KH, Ray Rizal, Din Madjid dalam buku Kemal Idris–Bertarung dalam Revolusi. 

 Tiba-tiba terdengar letusan senjata yang tidak diketahui berasal dari mana. Sontak para tentara Jepang yang panik pun meletuskan peluru kepada para pasukan Mayor Daan Mogot maka terjadilah pertempuran sengit hingga ia harus berlari ke hutan Lengkong dan melakukan perlawanan.

Namun sayangnya, perlawanan tersebut berakhir saat Mayor Daan Mogot ikut tertembak dan gugur. Tercatat 33 taruna dan 3 perwira gugur di perang. Tentu saja kepergian Daan Mogot pun meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, teman, dan para taruna.

Dan ada satu orang lagi yang paling merasa terpukul di antara orang-orang terdekatnya. Dia adalah Hidjari Singgih, kekasih Mayor Daan Mogot yang tampan. Menurut Alex Kawilarang, Daan Mogot di tahun 1945 pernah tinggal di rumah keluarga besar Singgih.

Mr Singgih punya anak perempuan bernama Hadjari Singgih yang suka berdiskusi politik. Menurut Rosihan Anwar, dalam buku Belahan jiwa: memoar kasih sayang percintaan Rosihan Anwar dan Zuraida Sanawi (2011), Hadjari Singgih punya hubungan istimewa dengan Daan Mogot

Bahkan Hidjari sampai memotong habis rambutnya yang memiliki panjang sepinggang dan menguburkannya bersama jenazah Daan Mogot. (berbagai sumber)

0 komentar:

Posting Komentar