Pasukan penerjun dalam pembebasan Irian Barat salah mendarat. Tewas karena tenggelam di rawa sampai tersesat ke Papua Nugini.
![]() |
| Pasukan penerjun Operasi Naga tertangkap di Irian Barat (Papua) |
PADA 22 Juni 1962, pukul 14.00, Letnan Satu dr. Ben Mboi
tiba-tiba dibangunkan dari tidur siang di baraknya. Komandan Datasemen
Kesehatan Pasukan Khusus (Dandenkes Pasus) itu, menerima panggilan tugas
bertempur di Irian Barat (sekarang Papua). Di markas RPKAD (Resimen
Pasukan Komando Angkatan Darat) Cijantung, Ben Mboi menghadap komandan
yang akan memimpin operasi militernya, Kapten Benny Moerdani.
“Operasi ini, Operasi Naga namanya. Kita akan
diterjunkan di Irian Barat bagian selatan. Persisnya dimana, nanti akan
dijelaskan,” demikian instruksi Benny dalam Ben Mboi: Memoar Sorang Dokter, Prajurit, Pamong Praja.
“Pergi menuju perang riil seperti Operasi Naga, seolah
kita tidak tahu hendak pergi kemana meski pertempurannya pasti,” kenang
Ben Mboi melukiskan perasaannya saat itu. “Kita tidak tahu apakah akan
terluka atau tidak, akan hidup atau tidak, akan pulang atau tidak. Siapa
yang tidak takut?”
Sasaran Operasi Naga adalah menduduki kota Merauke untuk
mengacaukan konsentrasi pasukan Belanda yang dipusatkan di Pulau Biak.
Operasi ini diminta langsung oleh Kepala Staf KOTI (Komando Operasi
Tertinggi), Mayor Jenderal Achmad Yani untuk menambah bobot di medan
diplomasi. Rencananya, apabila Belanda tetap mempertahakan Irian Barat,
Pulau Biak akan diinvasi oleh pasukan gabungan TNI dalam Operasi
Jayawijaya yang dipimpin langsung oleh Panglima Mandala, Mayor Jenderal
Soeharto.
Benny memperkirakan, “kalau Merauke bisa diserbu, ada
anak istri Belanda yang bisa kita sandera. Mereka pasti harus
mengerahkan pasukannya secara besar-besaran untuk menyelamatkan.
Berarti, pertahanan di bagian lain Irian akan terbuka lebar atau
setidaknya pertahanannya akan kacau- balau,” tulis Julius Pour dalam Benny Murdani: Profil Prajurit Negarawan.
Operasi Naga menjadi operasi penerjunan terbesar dari
kampanye Trikora. Melibatkan 215 personel, terdiri dari 55 pasukan RPKAD
dan 160 pasukan dari Batalyon 530/Brawijaya. Persiapan yang serba cepat
membuat operasi ini tidak diperhitungkan dengan cermat.
Penerjunan dilakukan pukul 00.00, 24 Juni 1962.
Disinilah awal petaka bagi pasukan Operasi Naga. Cuaca yang gelap
ditambah lebatnya hutan Papua, membuat titik pendaratan terlihat
samar-samar oleh pilot dan navigator. Pasukan kesasar sejauh 30 km lebih
ke utara dari rencana droping zone, Sungai Merauke. “Sungai yang disangka Sungai Merauke, ternyata Sungai Kumbai,” tulis Pour.
Benny merencanakan, seminggu setelah menjejakan kaki di
Papua, seluruh pasukan sudah bisa terkonsolidasi. Namun, pasukan
terpencar lebih lama dari yang diduga. Musuh terbesar mereka bukan
tentara Belanda, melainkan alam Papua. Para penerjun disambut
pohon-pohon yang menjulang 20 hingga 30 meter.
“Beberapa orang tewas seketika karena mendarat di atas
rawa. Belum adanya pengalaman melakukan terjun malam, ditambah beban
ransel seberat 30 kg, menyebabkan mereka yang mendarat langsung
tenggelam,” tulis Pour
Selama sebulan, pasukan menyusuri sungai dan hutan
belantara menuju Merauke. Ben Mboi menuturkan, mulai dari daun bluntas
dan buah nipah, gabus sungai, hingga biawak jadi santapan mereka demi
bertahan hidup.
Kontak senjata dengan tentara Belanda terjadi pada 6
Juli 1962. Pasukan Benny yang sedang berisitirahat diserang mendadak
dari satu peleton Marinir Belanda. Benny nyaris tewas karena kepalanya
diterjang peluru oleh penembak jitu. Beruntung, peluru itu menyambar
topi rimba Benny.
Benny bersama pasukannya dibawa tentara Belanda ke
markas Marinir di Merauke. Mereka dijamu makan dengan status tertawan.
”Karena kesal tidak pernah bisa meringkus Benny, jaket tempurnya
ditempel di dinding markas, dijadikan sasaran latihan lempar pisau oleh
tentara Belanda,” tulis Pour.
“Beberapa pasukan bahkan tercecer hingga sampai ke Papua
Nugini dan ditangkap tentara Australia,” tulis Ben Mboi. Mereka di
antaranya Rumasukun, Ismail, dan Sutiyono, rekan Ben Mboi. “Setelah
gencatan senjata, seorang pasukan Indonesia bernama Serma Teguh Sutamin
tersesat masuk ke kampung Papua dan di bunuh oleh orang kampung situ,”
lanjut Ben Mboi.
Sumber-sumber Belanda yang diteliti P.J. Drooglever dalam Tindakan Pilihan Bebas menyatakan bahwa upaya penyusupan ini belum menjadi bahaya bagi posisi Belanda. Kelemahan terbesar mereka adalah droping tidak baik, tidak mendapat bantuan penduduk, dan pemerintah pusat Indonesia tidak membekali mereka dengan cukup.
Sedangkan menurut M. Cholil dalam Sedjarah Operasi-operasi Pembebasan Irian Barat
yang diterbitkan Pusat Sejarah TNI, Operasi Naga mencapai hasil yang
memuaskan. “Berkat kegiatan-kegiatan gerilya pasukan-pasukan ini, maka
Belanda terpaksa memperbesar kekuatannya di Merauke yang semula hanya
dua kompi menjadi dua batalion,” tulis Cholil.
Pasukan Indonesia yang gugur dalam Operasi Naga
berjumlah 36 orang dan 20 orang hilang. Sementara korban di pihak
Belanda sebanyak 10 orang. Setelah kampanye Trikora usai, diketahui
bahwa wilayah selatan Papua bukanlah medan penerjunan yang mudah
ditaklukkan.
“Bahkan tentara Jepang yang paling berani sekalipun
tidak akan berani melakukan pendaratan di sana pada pagi buta seperti
yang kalian lakukan,” kata seorang pilot Hercules Amerika kepada Ben
Mboi. “Memang benar, itulah patriotisme. Patriotisme dapat mendorong
kita ke bibir tebing ketololan dan kegilaan. Here I am!” kata Ben Mboi.
"historia.id"
"historia.id"













0 komentar:
Posting Komentar